Dalam perjalanan hidup manusia, Allah menghadirkan sosok-sosok istimewa yang memegang peran penting membentuk akhlak, ilmu, dan masa depan kita. Mereka disebut guru pendidik, pembimbing, dan penjaga cahaya peradaban. Tanpa guru, ilmu tak sampai, akhlak tak terbentuk, dan peradaban tak akan tumbuh.
Guru dalam Pandangan Islam
Islam menempatkan guru pada kedudukan yang sangat mulia. Al-Qur’an membuka pintu kemuliaan bagi ahli ilmu dan pengembannya:
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu dengan beberapa derajat.”
(QS. Al-Mujādilah: 11)
Ayat ini menjadi bukti bahwa guru sebagai pengajar ilmu berada di posisi terhormat di sisi Allah.
Rasulullah ﷺ juga menegaskan keutamaan para pengajar kebaikan:
“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.”
(HR. Bukhari)
Mengajar bukan sekadar pekerjaan, melainkan ibadah. Ketika seorang guru membetulkan niatnya, maka setiap huruf yang diajarkan bisa bernilai pahala tanpa batas.
Guru: Pahlawan Tanpa Baju Baja
Banyak tokoh besar menempatkan guru sebagai fondasi kemajuan bangsa. Ki Hajar Dewantara menyebut guru sebagai:
“Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.”
Guru di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, di belakang menjadi penopang.
Begitu pula Imam Syafi’i rahimahullah mengingatkan adab terhadap guru:
“Jika engkau tidak memuliakan gurumu, maka keberkahan ilmu tidak akan kau dapatkan.”
Mutiara kata ini bukan sekadar adab, tetapi rumus keberhasilan.
Di Balik Kesabaran Guru
Guru tidak hanya mengajarkan materi. Mereka:
- Menanamkan akhlak saat kita bahkan belum memahami arti sopan santun.
- Mengulang pelajaran berkali-kali ketika kita belum memahami.
- Mendoakan murid-muridnya agar kelak menjadi orang yang bermanfaat.
- Merelakan waktu, pikiran, dan hati demi melihat muridnya berubah menjadi pribadi yang lebih baik.
Setiap keberhasilan kita hari ini, ada doa guru yang tidak pernah disebutkan namanya.
Ketika Guru Tidak Lagi Dihormati
Di era sekarang, mulai muncul fenomena memprihatinkan:
Ada murid yang membantah guru, memandang remeh arahan, atau bahkan merendahkan usaha guru. Padahal, para ulama menegaskan:
“Ilmu tidak akan masuk ke hati yang sombong dan meremehkan guru.”
— Ibn al-Mubarak
Sikap tidak menghormati guru bukan hanya dosa sosial, tapi juga penghalang datangnya keberkahan ilmu. Bahkan dalam tradisi pesantren, adab lebih diutamakan daripada kecerdasan.
Jika kita kehilangan rasa hormat pada guru, maka kita sedang merusak masa depan kita sendiri.
Menguatkan Kembali Adab kepada Guru
Menghormati guru bukan berarti menganggap mereka sempurna. Tetapi:
- Menghargai usaha mereka.
- Mendengarkan nasihat mereka dengan lapang dada.
- Tidak menyebarkan aib atau kesalahan mereka.
- Mendoakan mereka, bahkan setelah kita sukses.
Karena sejatinya, menghormati guru adalah bagian dari menghormati ilmu yang kita cari.
Penutup: Guru, Penerang Sepanjang Zaman
Di balik setiap orang sukses, ada guru yang rela dilupakan namanya demi melihat muridnya bersinar. Maka, jadikanlah penghormatan kepada guru sebagai karakter, bukan sekadar formalitas.
Semoga Allah memberkahi seluruh guru kita—yang masih hidup maupun yang telah berpulang—dan menjadikan setiap ajaran mereka sebagai cahaya yang terus mengalir sampai akhir hayat.