Setiap manusia memiliki potensi untuk menjadi seorang pemimpin. Kepemimpinan bukan sekadar posisi atau jabatan, melainkan sebuah tanggung jawab besar yang harus dijalankan dengan kejujuran, kedisiplinan, dan rasa tanggung jawab. Makna pemimpin sesungguhnya tidak cukup hanya dipahami melalui teori, tetapi harus dibuktikan melalui praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana disampaikan oleh Aby, Dr. KH. Usep Saifuddin Zuhri, M.Pd.I, selaku Pimpinan dan Pengasuh Pondok Pesantren Sains Salman Assalam, bahwa tidak semua hal dapat dipelajari hanya melalui teori atau kata-kata saja. Salah satunya adalah kepemimpinan, kejujuran, tanggung jawab, dan kebersamaan. Semua itu membutuhkan pembiasaan dan latihan terus-menerus agar benar-benar tertanam dalam diri setiap individu.
Kepemimpinan Tidak Cukup dengan Teori
Menurut Aby, kepemimpinan tidak dapat hanya dipelajari dari buku. Seorang pemimpin harus siap untuk beraksi dan mempraktikkan langsung nilai-nilai kepemimpinan dalam setiap langkahnya. Saat amanah kepemimpinan sudah berada di pundak seseorang, maka amanah itu harus dijalankan dengan sebaik-baiknya.
Beliau menegaskan agar jangan sampai seseorang memiliki sifat seperti kelompok orang munafik, yaitu ketika diberi amanah malah berkhianat. Terlebih bagi seorang pemimpin yang memimpin lebih dari 200 santri dengan karakter, bahasa, dan latar belakang yang beragam, diperlukan kemampuan mengelola emosi, menjaga kebersamaan, serta memperhatikan kesehatan fisik dan mental.
Organisasi Sebagai Wadah Belajar Kepemimpinan
Aby juga menegaskan bahwa organisasi di pesantren adalah wadah untuk menanamkan makna pemimpin yang sesungguhnya. Organisasi diibaratkan seperti tubuh manusia, di mana setiap bagian memiliki fungsi masing-masing. Ketika salah satu bagian tubuh bekerja, maka seluruh tubuh ikut bergerak. Begitu juga dalam organisasi, setiap anggota harus saling mendukung dan berperan aktif.
Beliau berpesan agar tidak muncul sikap ego sentris seperti “kalau bukan saya, tidak akan bisa”. Setiap santri harus menjauhi sikap individualis, tidak hanya menonton kerja teman, apalagi mengganggu. Justru komunikasi dan kerja sama yang baik harus terus ditingkatkan. Santri juga harus berani bertanya kepada pengurus sebelumnya atau kepada para asatidz agar tidak salah langkah dalam menjalankan tugas.
Ditempa Menjadi Pemimpin yang Tangguh
Makna pemimpin juga berarti kesiapan untuk ditempa. Sebagaimana disampaikan Aby, pendidikan di pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu dari buku, tetapi juga pendidikan karakter. Salah satu moto Pondok Pesantren Sains Salman Assalam adalah “Siap dipimpin dan siap memimpin.”
Kepemimpinan yang baik terbentuk dari proses panjang, seperti halnya pembuatan pisau atau golok yang ditempa terus-menerus agar menjadi kuat dan tajam. Begitu juga dengan santri—mereka akan melalui proses pembinaan, tanggung jawab, dan pengalaman organisasi untuk menjadi pemimpin yang berkarakter.
Kandidat yang terpilih menjadi pengurus organisasi adalah mereka yang telah menunjukkan kedisiplinan, kemampuan sosial, dan semangat kebersamaan yang tinggi. Mereka menjadi contoh nyata makna pemimpin yang tidak hanya berbicara, tetapi juga berbuat.
Kesimpulan
Makna pemimpin bukan hanya tentang memimpin orang lain, tetapi juga memimpin diri sendiri. Seorang pemimpin harus mampu menjaga amanah, menumbuhkan rasa tanggung jawab, serta memperkuat semangat kebersamaan di tengah perbedaan.
Pesan Aby menjadi pengingat bahwa pemimpin sejati tidak lahir dari kata-kata, tetapi dari tindakan nyata dan keikhlasan dalam mengemban amanah. Melalui proses pembinaan di Pondok Pesantren Sains Salman Assalam, diharapkan para santri mampu tumbuh menjadi pemimpin yang amanah, jujur, dan siap berjuang untuk kebaikan umat.